Jumat, 11 Februari 2011

Fikih Zakat


Surat Al-Lail
            Bismillahirrahmanirrahiim
            Sesunguhnya usaha kamu memang berbeda‑beda
            Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertaqwa
            dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (syurga)
            maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah
            Dan adapun orang)orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup,
            serta mendustakan pahala yang terbaik
            maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar
            Dan hartanya tidak bermanfaat baginya apabila ia telah binasa

Surat ini merupakan surat‑surat pertama Makiyyah, mengandung dua perumpamaan yang memberikan suatu isyarah akan sikap Islam terhadap harta dan orang kaya; dan menjelaskan pula contoh akhlaq yang diperintahkan Islam dan yang akan mendapatkan ridha Allah SWT.
Golongan pertama adalah golongan yang memberikan hartanya di jalan Allah dan bertaqwa dan membenarkan adanya pahala terbaik (syurga).  Terhadap golongan ini Allah memujinya dan menyiapkan baginya jalan yang mudah. 
Jadi memberi adalah salah satu sifat yang disejajarkan dengan taqwa dan membenarkan kalimat terbaik.  Quran memutlakan sifatnya dengan memberi dan tidak menyatakan apa yang diberikan, berapa yang diberikan dan macam apa yang diberikan, karena maksud utamanya adalah jiwanya itu adalah jiwa yang dermawan, mulia dan pemberi, bukannya jiwa yang hina dan tidak mau memberi. 
Jiwa pemberi adalah jiwa yang bermanfaat dan jiwa yang baik, yang tabiatnya senantiasa mau berlaku baik dan memberikan kebaikan kepada orang lain.  Ia memberikan yang terbaik, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain, sehingga ia menyerupai sebuah sungai yang dimanfaatkan oleh manusia dengan meminumnya dan untuk diberikan kepada hewan ternak dan tanaman.   Demikian pula dengan orang yang penuh keberkatan dimanfaatkan dimanapun ia berada, sehingga sebagai pembalasannya terhadap jiwanya yang mudah memberi itu, Allah SWT akan memudahkan masuk ke dalam syurga. 
Sebagai tandingan golongan ini, golongan yang dicela Allah dan memudahkannya masuk ke dalam neraka, karena ia sifatnya bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan adanya pahala terbaik (syurga).  Inilah golongan yang tercela karena kekikirannya terhadap hartanya dan menganggap dirinya cukup, tidak memerlukan pertolongan Allah dan pertolongan manusia serta membohongkan apa yang dijanjikan Allah SWT, yaitu akibat yang baik bagi orang‑orang yang benar imannya.  
            Maka, Allah memperingatkan dengan neraka yang menyala‑nyala,
            Tidak ada yang masuk ke dalamnya kecuali orang yang paling celaka,
          Yang mendustkan kebenaran dan berpaling dari iman. 
          Dan kelak akak dijauhkan orang yang bertaqwa dari neraka itu.  
          Yang menafkahkan hartanya di jalan Allah untuk membersihkannya,
          Padahal tidak seorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya. 
          Tetapi dia memberikan itu itu semata‑mata karena mencari keridhaan Tuhannya
          Yang Maha Tinggi. 
          Dan kelak dia benar‑benar mendapat kepuasan.


ISLAM DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN
Perhatian Islam terhadap penanggulangan kemiskinan dan fakir miskin tidak dapat diperbandingkan dengan agama samawi dan aturan ciptaan manusia manapun, baik dari segi pengarahan maupun dari segi pengaturan dan penerapan.  Semenjak fajarnya baru menyigsing di kota Mekkah, Islam sudah memperhatikan masalah sosial penanggulangan kemiskinan.  Adakalanya Quran merumuskannya dengan kata-kata "memberi makan dan mengajak memberi makan orang miskin" atau dengan "mengeluarkan sebahagian rezeki yang diberikan Allah", "memberikan hak orang yang meminta-meminta, miskin dan terlantar dalam perjalanan", "membayar zakat" dan rumusan lainnya.
Memberi makan orang miskin yang meliputi juga memberi pakaian, perumahan dan kebutuhan-kebuthan pokoknya adalah merupakan realisasi dari keimananan seseorang (lihat surat Al Mudatsir, Al Haqqah).  Quran tidak hanya menghimbau untuk memperhatikan dan memberi makan orang miskin, dan mengancam bila mereka dibiarkan terlunta-lunta, tetapi lebih dari itu membebani setiap orang Mu'min mendorong pula orang lain memperhatikan orang-orang miskin dan menjatuhkan hukuman kafir kepada orang-orang yang tidak mengerjakan kewajiban itu serta pantas menerima hukuman Allah di akhirat. 
          Tangkap dan borgol mereka, kemudian lemparkan ke dalam api neraka yang menyala-nyala, dan belit dengan rantai tujuh puluh hasta !  Mengapa mereka dihukum dan disiksa secara terang-terangan itu?  Oleh karena mereka ingkar kepada Allah yang Maha Besar dan tidak menyuruh memberi makan orang-orang miskin. (QS 69:30-34)
            Dalam surat Al Fajr, Allah membentak orang-orang Jahiliah yang mengatakan bahwa agama mereka justru untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan berasal dari nenek moyang mereka, Ibrahim;
          "Tidak, tetapi kalian tidak tidak menghormati anak yatim dan tidak saling mendorong memberi makan orang miskin.  (QS 89:17-18)
            Demikian pula pada surat Al Maun dimana dikatakan; orang yang mengusir anak yatim dan tidak mendorong memberi makan orang miskin" dikatakan sebagai orang yang mendustakan agama.  Orang yang tidak pernah menghimbau orang lain untuk memberi makan orang miskin biasanya tidak pernah pula memberi makan orang miskin tersebut.  Tuhan mengungkapkan dalam bentuk sindiran dengan tujuan apabila seseorang tidak mampu memenuhi harapan orang miskin, maka ia harus meminta orang lain melakukannya.
            Selanjutnya  dalam surat Adz Dzariyat : 19-20 "Dalam kekayaan mereka tersedia hak peminta-minta dan orang-orang yang hidup berkekurangan
            Digambarkan disini orang-orang yang bertaqwa adalah orang yang menyadarai sepenuhnya bahwa kekayaan mereka bukanlah milik sendiri yang dapat mereka perlakukan semau mereka, tetapi menyadari bahwa di dalamnya terdapat hak-hak orang lain yang butuh.  Dan hak itu bukan pula merupakan hadiah atau sumbangan karena kemurahan hati mereka, tetapi sudah merupakan hak orang-orang tsb.  Penerima tidak bisa merasa rendah dan pemberi tidak bisa merasa lebih tinggi. Lihat pula surat Al Ma'arif (QS 70:19-25).
            Ayat-ayat di atas diturunkan di Makkah, sementara zakat diwajibkan di Madinah.  Dengan demikian, sejak saat-saat awal kurun Makkah, Islam telah menanamkan kesadaran di dalam dada orang-orang Islam bahwa ada hak-hak orang yang berkekurangan dalam harta mereka.  Hak yang harus dikeluarkan, tidak hanya berupa sedekah sunnat yang mereka berikan atau tidak diberikan sekehendak mereka sendiri.  Kata zakat sendiri sudah digunakan dalam ayat-ayat Makiyah seperti pada surat :  Ar Rum:38-39, An Naml:1-3, Luqman:4, Al Mu'minun:4, Al A'raf:156-157, dan Fushshilat : 6-7.  Walau Al Quran sudah membicarakan zakat dalam ayat-ayat Makiah, namun demikian zakat itu sendiri baru diwajibkan di Madinah.  Zakat yang turun dalam ayat-ayat Makiah tidak sama dengan zakat yang diwajibkan di Madinah, dimana nisab dan besarnya sudah ditentukan, orang-orang yang mengumpul­kan dan membagikannya sudah diatur, dan negara bertanggung jawab mengelolanya. 

ZAKAT PADA PERIODE MADINAH

            Berbeda dengan ayat-ayat Al Qur'an yang turun di Makkah, ayat-ayat yang turun di Madinah sudah menjelaskan bahwa zakat itu wajib dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas.  Salah satu surat yang terakhir turun adalah surat At Taubah yang juga merupakan salah satu surat dalam Quran yang menumpahkan perhatian besar pada zakat.  Coba kita perhatikan ayat-ayat surat At Taubah di bawah ini yang tidak lepas dari masalah zakat :
a.       Dalam ayat permulaan surat itu Allah memrintahkan agar orang-orang musyrik yang melanggar perjanjian damai itu dibunuh.  Tetapi jika mereka (1) bertaubat, (2) mendirikan shalat wajib, dan (3) membayar zakat, maka berilah mereka kebebasan (QS 9:5).
b.       Enam ayat setelah ayat diatas Allah berfirman :"...jika mereka bertaubat, mendirikan shalat dan membayar zakat, barulah mereka teman kalian seagama...." (QS 9:11)
c.       Allah juga merestui orang-orang yang menyemarakan masjid; yaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, mendirikan sholat, membayar zakat (QS 9:18)
d.       Allah mengancam dengan azab yang pedih kepada orang-orang yang menimbun emas dan perak dan tidak menafkahkannya di jalan Allah (QS 9:34-35)
e.       Dalam surat ini juga terdapat penjelasan tentang sasaran-sasaran penerima zakat, yang sekaligus menampik orang-orang yang rakus yang ludahnya meleleh melihat kekayaan zakat tanpa hak.  (QS 9:60).
f.       Allah menjelaskan pula bahwa zakat merupakan salah satu institusi seorang Mu'min (QS 9:71) yang membedakannya dari orang munafik (yang menggenggam tangan mereka/kikir, QS 9:67).
g.       Allah memberikan instruksi kepada Rasul-Nya dan semua orang yang bertugas memimpin ummat setelah beliau untuk memungut zakat (QS 9:103)
          Khuz min amwalihim shadaqah....(Pungutlah zakat dari kekayaan  mereka....). 
          Kata "min" berarti sebagian dari harta, bukan seluruh kekayaan. 
          Kata "amwalihim" dalam bentuk jamak yang berarti : harta-harta kekayaan mereka, yaitu meliputi berbagai jenis kekayaan. 
          Kata shodaqah dalam ayat ini oleh kebanyakan ulama salaf maupun khalaf ditafsirkan sebagai zakat dengan dasar hadits dan riwayat shahabat. 
            Kesimpulan yang dapat ditarik berkaitan dengan zakat ini, bahwa seseorang: tanpa menge­lu­ar­kan zakat
1.             belum dianggap sah masuk barisan orang-orang yang bertaqwa.
2.             tidak dapat dibedakan dari orang-orang musyrik
3.             tidak bisa dibedakan dengan orang-orang munafik yang kikir.
4.             tidak akan mendapatkan rahmat Allah (QS 7:156)
5.             tidak berhak mendapat pertolongan dari Allah, Rasulnya dan orang-orang yang beriman (QS 5:55-56)
6.             tidak bisa memperoleh pembelaan dari Allah (QS 22:40-41)

ZAKAT DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

            Berdasarkan sejumlah hadits dan laporan para shahabat, diketahui bahwa urutan rukun Islam setelah shalat lima waktu (setelah Isra dan Mi'raj) adalah puasa (diwajibkan pada tahun 2 H) yang bersamaan dengan zakat fitrah.  Baru kemudian perintah diwajibkannya zakat kekayaan.  Namun demikian Yusuf Al-Qaradhawy menegaskan bahwa zakat adalah rukun Islam ketiga berdasarkan banyak hadits shahih, misalnya hadits peristiwa Jibril ketika mengajukan pertanyaan kepada Rasulullah : "Apakah itu Islam ?"  Nabi menjawab :"Islam adalah mengikrarkan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah RasulNya, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan naik haji bagi yang mampu melaksanakannya" (Bukhari Muslim)
            Urutan ini tidak terlepas dari pentingnya kewajiban zakat (setelah shalat), dipuji orang yang melaksanakannya dan diancam orang yang meninggalkannya dengan berbagai upaya dan cara.
            Peringatan keras terhadap orang yang tidak membayar zakat tidak hanya berupa hukuman yang sangat pedih di akhirat (misalnya QS 9:34-35; 3:180, dan hadits shahih) juga terdapat hukuman di dunia.  Hadits shahih menjelaskan bahwa :
·                     Orang yang tidak mengeluarkan zakat akan ditimpa kelaparan dan kemarau panjang
·                     Bila zakat bercampur dengan kekayaan lain, maka kekayaan itu akan binasa
·                     Pembangkang zakat dapat dihukum dengan denda bahkan dapat diperangi dan dibunuh.  Hal ini dilakukan oleh Abu Bakar ketika setelah Rasulullah wafat dimana banyak suku Arab yang membangkang tidak mau membayar zakat dan hanya mau mengerjakan sholat.
            Pernyataan Abu Bakar : "Demi Allah, saya akan memerangi siapapun yang membeda-bedakan zakat dari shalat,...."
            Berdasarkan pembahasan diatas dapat dimengerti bahwa zakat adalah asasi sekali dalam Islam, dan dapat dikatakan bahwa orang yang mengingkari zakat itu wajib adalah kafir dan sudah keluar dari Islam (murtad). 
            Adapun beberapa perbedaan mendasar antara zakat dalam Islam dengan zakat dalam agama-agama lain menurut pengamatan Yusuf Al-Qaradhawy sbb :
1.       Zakat dalam Islam bukan sekedar suatu kebajikan yang tidak mengikat, tapi merupakan salah satu fondamen Islam yang utama dan mutlak harus dilaksanakan.
2.       Zakat dalam Islam adalah hak fakir miskin yang tersimpan dalam kekayaan orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.
3.       Zakat merupakan "kewajiban yang sudah ditentukan" yang oleh agama sudah ditetapkan nisab, besar, batas-batas, syarat-syarat waktu dan cara pembayarannya.
4.       Kewajiban ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia, tetapi harus dipikul tanggungjawab memungutnya dan mendistribusikannya oleh pemerintah.
5.       Negara berwenang menghukum siapa saja yang tidak membayar kewajibannya, baik berupa denda, dan dapat dinyatakan perang atau dibunuh.
6.       Bila negara lalai menjalankan atau masyarakat segan melakukannya, maka bagaimanapun zakat bagi seorang Muslim adalah ibadat untuk mendekatkan diri kepada Allah serta membersihkan diri dan kekayaannya.
7.       Penggunaan zakat tidak diserahkan kepada penguasa atau pemuka agama (seperti dalam agama Yahudi), tetapi harus dikeluarkan sesuai dengan sasaran-sasaran yang telah ditetapkan Al Quran.  Pengalaman menunjukan bahwa yang terpenting bukanlah memungutnya tetapi adalah masalah pendistribusiannya.
8.       Zakat bukan sekedar bantuan sewaktu-waktu kepada orang miskin untuk meringankan penderita­an­nya, tapi bertujuan untuk menaggulangi kemiskinan, agar orang miskin menjadi berkecukupan selama-lamanya, mencari pangkal penyebab kemiskinan itu dan mengusahakan agar orang miskin itu mampu memperbaiki sendiri kehidupan mereka.   
9.       Berdasarkan sasaran-sasaran pengeluaran yang ditegaskan Quran dan Sunnah, zakat juga mencakup tujuan spiritual, moral. sosial dan politik, dimana zakat dikeluarkan buat orang-orang mualaf, budak-budak, orang yang berhutang, dan buat perjuangan, dan dengan demikian lebih luas dan lebih jauh jangkauannya daripada zakat dalam agama-agama lain.
            Sebelum membahas masalah jenis zakat yang wajib zakat, ada baiknya kalau kaji melompat dulu ke pembahasan Bagian VI, yaitu: "Tujuan Zakat dan Dampaknya dalam Kehidupan Pribadi dan Masyarakat.  Diharapkan dengan memahami tujuan-tujuan zakat ini, akan semakin terangsanglah kita untuk lebih mengetahui masalah zakat ini dan tentu saja untuk mengamalkannya.  Tu;isan ini akan mengupas dampak zakat dalam kehidupan pribadi, yang akan disambung dengan dampak zakat dalam kehidupan bermasyarakat. 
            Tujuan zakat dan dampaknya bagi pribadi dapat dipisahkan antara pribadi si PEMBERI dan si PENERIMA.
            Zakat bukan bertujuan sekedar untuk memenuhi baitul maal dan menolong orang yang lemah dari kejatuhan yang semakin parah.  Tapi tujuan utamanya adalah agar manusia lebih tinggi nilainya daripada harta, sehingga manusi menjadi tuannya harta bukan menjadikan budaknya.  Dengan demikian kepentingan tujuan zakat terhadap si pemberi sama dengan kepentingannya terhadap si penerima. 
Beberapa tujuan dan dampak zakat bagi si PEMBERI adalah:
1.         Zakat mensucikan jiwa dari sifat kikir.
          Zakat yang dikeluarkan karena ketaatan pada Allah akan mensucikannya jiwa (9:103) dari segala kotoran dan dosa, dan terutama kotornya sifat kikir. 
          Penyakit kikir ini telah menjadi tabiat manusia (17:100; 70:19), yang juga diperingatkan Rasulullah SAW sebagai penyakit yang dapat merusak manusia (HR Thabrani), dan pe­nya­kit yang dapat memutuskan tali persaudaraan (HR Abu Daud dan Nasai).  Sehingga alang­kah berbahagianya orang yang bisa menghilangkan kekikiran.  "Barangsiapa yang dipeliha­ra dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung" (59:9; 64:16). 
          Zakat yang mensucikan dari sifat kikir ditentukan oleh kemurahannya dan kegembiraan ketika mengeluarkan harta semata karena Allah.  Zakat yang mensucikan jiwa juga berfungsi membebaskan jiwa manusia dari ketergantungan dan ketundukan terhadap harta benda dan dari kecelakaan menyembah harta.
2.         Zakat mendidik berinfak dan memberi.
          Berinfak dan memberi adalah suatu akhlaq yang sangat dipuji dalam Al Qur'an, yang selalu di­kaitkan dengan keimanan dan ketaqwaan (2:1-3; 42:36-38; 3:134; 3:17; 51:15-19; 92:1-21)
          Orang yang terdidik untuk siap menginfakan harta sebagai bukti kasih sayang kepada saudaranya dalam rangka kemaslahatan ummat, tentunya akan sangat jauh sekali dari keinginan mengambil harta orang lain dengan merampas dan mencuri (juga korupsi).
3.       Berakhlaq dengan Akhlaq Allah
            Apabila manusia telah suci dari kikir dan bakhil, dan sudah siap memberi dan berinfak, maka ia telah mendekatkan akhlaqnya dengan Akhlaq Allah yang Maha Pengash, Maha Penyayang dan Maha Pemberi.
4.       Zakat merupakan manifestasi syukur atas Nikmat Allah.
5.       Zakat mengobati hati dari cinta dunia.
            Tnggelam kepada kecintaan dunia dapat memalingkan jiwa dari kecintaan kepada Allah dan ketakutan kepada akhirat. Adalah suatu lingkaran yang tak berujung; Usaha mendapatkan harta ----> mendapatkan kekuasaan ----> mendapatkan kelezatan ----> lebih berusaha mendapatkan harta, dst.  Syariat Islam memutuskan lingkaran tsb dengan mewajibkan zakat, sehingga terhalanglah nafsu dari lingkaran syetan itu.  Bila Allah mengaruniai harta dengan disertai ujian/fitnah (21:35; 64:15; 89:15) maka zakat melatih si Muslim untuk menandingi fitnah harta dan fitnah dunia tsb.
6.       Zakat mengembangkan kekayaan bathin
          Pengamalan zakat mendorong manusia untuk menghilangkan egoisme, menghilangkan kelemahan jiwanya, sebaliknya menimbulkan jiwa besar dan menyuburkan perasaan optimisme.
7.       Zakat menarik rasa simpati/cinta
          Zakat akan menimbulkan rasa cinta kasih orang-orang yang lemah dan miskin kepada orang yang kaya.  Zakat melunturkan rasa iri dengki pada si miskin yang dapat mengancam si kaya dengan munculnya rasa simpati dan doa ikhlas si miskin atas si kaya.
8.       Zakat mensucikan harta dari bercampurnya dengan hak orang lain (Tapi zakat tidak bisa mensucikan harta yang diperoleh dengan jalan haram).
9.       Zakat mengembangkan dan memberkahkan harta. 
          Allah akan menggantinya dengan berlipat ganda (34:39; 2:268; dll).  Sehingga tidak ada rasa khawatir bahwa harta akan berkurang dengan zakat.

Adapun tujuan dan dampak zakat bagi si penerima:
1.       Zakat akan membebaskan si penerima dari kebutuhan, sehingga dapat merasa hidup tentram dan dapat meningkatkan khusyu ibadat kepada Tuhannya. 
          Sesungguhnya Islam membenci kefakiran dan menghendaki manusia meningkat dari memikirkan kebutuhan materi saja kepada sesuatu yang lebih besar dan lebih pantas akan nilai-nilai kemanusiaan yang mulia sebagai khalifah Allah di muka bumi.
2.       Zakat menghilangkan sifat dengki dan benci. 
          Sifat hasad dan dengki akan menghancurkan keseimbangan pribadi, jasamani dan ruhaniah seseorang.  Sifat ini akan melemahkan bahkan memandulkan produktifitas.  Islam tidak memerangi penyakit ini dengan semata-mata nasihat dan petunjuk, akan tetapi mencoba mencabut akarnya dari masyarakat melalui mekanisme zakat, dan menggantikannya dengan persaudaraan yang saling memperhatikan satu sama lain.  

            Berikut ini merupakan kelanjutan dari pembahasan "Tujuan Zakat dan Dampaknya" yang kali ini difokuskan dalam kehidupan masyarakat.
            Zakat didasarkan pada delapan asnafnya yang tersebut dalam QS 9:60 memperjelas kedudukan dan fungsinya dalam masyarakat yaitu terkait dengan :
1.       Tanggung jawab sosial (dalam hal penanggulangan kemiskinan, pemenuhan kebutuhan fisik minimum (KFM), penyediaan lapangan kerja dan juga asuransi sosial (dalam hal adanya bencana alam dll).
2.       Perekonomian, yaitu dengan mengalihkan harta yang tersimpan dan tidak produktif menjadi beredar dan produktif di kalangan masyarakat.  Misalnya halnya harta anak yatim; "Usahakanlah harta anak yaitm itu sehingga tidak habis oleh zakat" (Hadits).
3.       Tegaknya jiwa ummat, yaitu melalui tiga prinsip :
          a.            Menyempurnakan kemerdekaan setiap individu (fi riqob)
          b.            Membangkitkan semangat beramal sholih yang bermanfaat bagi masyarakat luas.      Misalnya berhutang demi kemaslahatan masyarakat ditutupi oleh zakat.
          c.            Memelihara dan mempertahankan akidah (fi sabilillah)
            Beberapa problematika masyarakat yang disorot oleh Yusuf Al-Qaradhawy dimana zakat seharusnya dapat banyak berperan adalah sbb:
1.         Problematika Perbedaan Kaya-Miskin.
          Zakat bertujuan untuk meluaskan kaidah pemilikan dan memperbanyak jumlah pemilik harta (..."Supaya harta itu jangan hanya berputar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu", QS 59:7).
          Islam mengakui adanya perbedaan pemilikan berdasarkan perbedaan kemampuan dan kekuatan yang dimiliki manusia. Namun Islam tidak menghendaki adanya jurang perbedaan yang semakin lebar, sebaliknya Islam mengatur agar perbedaan yang ada mengantarkan masyarakat dalam kehidupan yang harmonis, yang kaya membantu yang miskin dari segi harta, yang miskin membantu yang kaya dari segi lainnya. 
2.       Problematika Meminta-minta.
          Islam mendidik ummatnya untuk tidak meminta-minta, dimana hal ini akan menjadi suatu yang haram bila dijumpai si peminta tsb dalam kondisi berkecukupan (ukuran cukup menurut hadits adalah mencukupi untuk makan pagi dan sore).  Disisi lain Islam berusaha mengobati orang yang meminta karena kebutuhan yang mendesak, yaitu dengan dua cara;
          (1)          menyediakan lapangan pekerjaan, alat dan ketrampilan bagi orang yang mampu        bekerja, dan
          (2)          jaminan kehidupan bagi orang yang tidak sanggup bekerja. 
3.       Problematika Dengki dan Rusaknya Hubungan dengan Sesama.
          Persaudaraan adalah tujuan Islam yang asasi, dan setiap ada sengketa hendaknya ada yang berusaha mendamaikan (49:9-10).  Rintangan dana dalam proses pendamaian tsb seharusnya dapat dibayarkan melalui zakat, sehingga orang yang tidak kaya pun dapat berinisiatif sebagai juru damai.
4.       Problematika Bencana
          Orang kaya pun suatu saat bisa menjadi fakir karena adanya bencana.  Islam melalui mekanisme zakat seharusnya memeberikan pengamanan bagi ummat yang terkena bencana (sistem asuransi Islam), sehingga mereka dapat kembali pada suatu tingkat kehidupan yang layak.
5.       Problematika Membujang
          Banyak orang membujang dikarenakan ketidakmampuan dalam hal harta untuk menikah.  Islam menganjurkan ummatnya berkawin yang juga merupakan benteng kesucian.  Mekanisme zakat dapat berperan untuk memenuhi kebutuhan tsb.
6.       Problematikan Pengungsi
          Rumah tempat berteduh juga merupakan kebutuhan primer disamping makanan dan pakaian.  Zakat seharusnya menjadi unsur penolong pertama dalam menangani masalah pengungsi ini.
            Demikian intisari pembahasan Tujuan Zakat dan Dampaknya dalam Kehidupan Pribadi dan Masyarakat.  Begitu banyak kemaslahatan masyarakat yang bisa diwujudkan dengan harta zakat zakat, namun apa daya pelaksanaan kewajiban zakat ini masih sangat minim di kalangan ummat Islam.  Dua hal yang menyebabkannya : pertama, karena ketidaktahuan ummat mengenai mekanisme zakat ini; dan yang kedua adalah kelemahan ummat dalam mengelolanya.  Insya Allah, untuk lebih memelek-zakatkan kita dalam hal berzakat, posting berikutnya akan menyangkut pembahasan "Kekayaan yang Wajib Dizakati".

KEKAYAAN YANG WAJIB ZAKAT

Pengertian Kekayaan
            Quran tidak memberikan ketegasan tentang jenis kekayaan yang wajib zakat, dan syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan.  Persoalan tsb diserahkan kepada Sunnah Nabi. 
Memang terdapat beberapa jenis kekayaan yang disebutkan Quran seperti: emas dan perak (9:34); tanaman dan buah-buahan (6:141); penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang tambang (2:267).  Namun demikian, lebih daripada itu Quran hanya merumuskannya dengan rumus­an yanga umum yaitu "kekayaan" ("Pungutlah olehmu zakat dari kekayaan mereka,....."  QS 9:103).
Kekayaan hanya bisa disebut kekayaan apabila memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan bisa diambil manfaatnya.  Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhawy dari beragam definisi yang dijumpai.
Terdapat 6 syarat untuk suatu kekayaan terkena wajib zakat:
1.         Milik penuh
2.         Berkembang
3.         Cukup senisab
4.         Lebih dari kebutuhan biasa
5.         Bebas dari hutang
6.         Berlalu setahun

Syarat Pertama : Milik Penuh
            Kekayaan pada dasarnya adalah milik Allah.  Yang dimaksud pemilikan disini hanyalah penyimpanan, pemakaian, dan pemberian wewenang yang diberikan Allah kepada manusia, sehingga sesorang lebih berhak menggunakan dan mengambil manfaatnya daripada orang lain.
            Istilah "milik penuh" maksudnya adalah bahwa kekayaan itu harus berada di bawah kontrol dan di dalam kekuasaannya.  Dengan kata lain, kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmatinya. 
            Konsekwensi dari syarat ini tidak wajib zakat bagi :
·                Kekayaan yang tidak mempunyai pemilik tertentu
·                Tanah waqaf dan sejenisnya
·                Harta haram.  Karena sesungguhnya harta tersebut tidak syah menjadi milik seseorang
·                Harta pinjaman.  Dalam hal ini wajib zakat lebih dekat kepada sang pemberi hutang (kecuali bila hutang tsb tidak diharapkan kembali).  Bagi orang yang meminjam dapat dikenakan kewajiban zakat apabila dia tidak mau atau mengundur-undurkan pembayaran dari harta tsb, sementara dia terus mengambil manfaat dari harta tsb.  Dengan kata lain orang yang meminjam telah memperlakukan dirinya sebagai "si pemilik penuh".
·                Simpanan pegawai yang dipegang pemerintah (seperti dana pensiun).  Harta ini baru akan menjadi milik penuh di masa yad, sehingga baru terhitung wajib zakat pada saat itu.

Syarat Kedua :           Berkembang
            Pengertian berkembang yaitu harta tsb senantiasa bertambah baik secara konkrit (ternak dll) dan tidak secara konkrit (yang berpotensi berkembang, seperti uang apabila diinvestasikan).
            Nabi tidak mewajibkan zakat atas kekayaan yang dimiliki untuk kepentingan pribadi seperti rumah kediaman, perkakas kerja, perabot rumah tangga, binatang penarik, dll.  Karena semuanya tidak termasuk kekayaan yang berkembang atau mempunyai potensi untuk berkembang.  Dengan alasan ini pula disepakati bahwa hasil pertanian dan buah-buahan tidak dikeluarkan zakatnya berkali-kali walaupun telah disimpan bertahun-tahun.
            Dengan syarat ini pula, maka jenis harta yang wajib zakat tidak terbatas pada apa yang sering diungkapkan sebahagian ulama yaitu hanya 8 jenis harta (unta, lembu, kambing, gandum, biji gandum, kurma, emas, dan perak).  Semua kekayaan yang berkembang merupakan subjek zakat.

Syarat Ketiga: Cukup Senisab
Disyaratkannya nisab memungkinkan orang yang mengeluarkan zakat sudah terlebih dahulu berada dalam kondisi berkecukupan.  Tidaklah mungkin syariat membebani zakat pada orang yang mempunyai sedikit harta dimana dia sendiri masih sangat membutuhkan harta tsb.  Dengan demikian pendapat yang mengatakan hasil pertanian tidak ada nisabnya menjadi tertolak.  (Besarnya nisab untuk masing-masing jenis kekayaan dijelaskan pada bab lain).

Syarat Keempat: Lebih dari Kebutuhan Biasa
Kebutuhan adalah merupakan persoalan pribadi yang tidak bisa dijadikan patokan besar-kecilnya.  Adapun sesuatu kelebihan dari kebutuhan itu adalah bagian harta yang bisa ditawarkan atau diinvestasikan yang dengan itulah pertumbuhan/ perkembangan harta dapat terjadi.
Kebutuhan harus dibedakan dengan keinginan.  Kebutuhan yang dimaksud adalah kebutuhan rutin, yaitu sesuatu yang betul-betul diperlukan untuk kelestarian hidup; seperti halnya belanja sehari-hari, rumah kediaman, pakaian, dan senjata untuk mempertahankan diri, peralatan kerja, perabotan rumah tangga, hewan tunggangan, dan buku-buku ilmu pengetahuan untuk kepentingan keluarga (karena kebodohan dapat berarti kehancuran). 
Kebutuhan ini berbeda-beda dengan berubahnya zaman, situasi dan kondisi, juga besarnya tanggungan dalam keluarga yang berbeda-beda.  Persoalan ini sebaiknya diserahkan kepada penilaian para ahli dan ketetapan yang berwewenang.
Zakat dikenakan bila harta telah lebih dari kebutuhan rutin.  Sesuai dengan ayat 2:219 ("sesuatu yang lebih dari kebutuhan...") dan juga hadits "zakat hanya dibebankan ke atas pundak orang kaya", dan hadits-hadits lainnya.

Syarat ke lima: Bebas dari Hutang
Pemilikan sempurna yang dijadikan persyaratan wajib zakat haruslah lebih dari kebutuhan primer, dan cukup pula senisab yang sudah bebas dari hutang.  Bila jumlah hutang akan mengurangi harta menjadi kurang senisab, maka zakat tidaklah wajib. 
Jumhur ulama berpendapat bahwa hutang merupakan penghalang wajib zakat.  Namun apabila hutang itu ditangguhkan pembayarannya (tidak harus sekarang juga dibayarkan), maka tidaklah lepas wajib zakat (seperti halnya hutang karena meng-kredit sesuatu).

Syarat ke enam:  Berlalu Setahun
Maksudnya bahwa pemilikan yang berada di tangan si pemilik sudah berlalu masanya dua belas bulan Qomariyah.  Menurut Yusuf Al-Qaradhawy, persyaratan setahun ini hanyalah  buat barang yang dapat dimasukkan ke dalam istilah "zakat modal" seperti: ternak, uang, harta benda dagang, dll.  Adapun hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia (barang tambang), harta karun, dll yang sejenis semuanya termasuk ke dalam istilah "zakat pendapatan" dan tidak dipersyaratkan satu tahun (maksudnya harus dikeluarkan ketika diperoleh).
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para shahabat dan tabi'in mengenai persyaratan "berlalu setahun" ini.  Dimana apa pendapat yang mengatakan bahwa zakat wajib dikeluarkan begitu diperoleh bila sampai senisab, baik karena sendiri maupun karena tambahan dari yang sudah ada, tanpa mempersyaratkan satu tahun.  Perbedaan ini  dikarenakan "tidak adanya satu hadits yang tegas" mengenai persyaratan ini.  (Pembahasan lebih jauh mengenai hal ini Insya Allah akain kita jumpai pada pembahasan zakat profesi/ pendapatan).
Namun demikian sesuatu yang tidak diperselisihkan sejak dulu adalah bahwa zakat kekayaan yang termasuk zakat modal di atas hanya diwajibkan satu kali dalam setahun.

 KEKAYAAN YANG WAJIB ZAKAT

Pembahasan berikut ini adalah tentang "Kekayaan yang Wajib Zakat dan Besar Zakatnya".  Cukup banyak dan detail yang dibahas beliau (hal 167-501) yang mencakup :
1.             Zakat binatang ternak
2.             Zakat emas dan perak / zakat uang
3.             Zakat kekayaan dagang
4.             Zakat pertanian
5.             Zakat madu dan produksi hewani
6.             Zakat barang tambang dan hasil laut
7.             Zakat investasi pabrik, gedung, dll
8.             Zakat pencarian dan profesi
9.             Zakat saham dan obligasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar